HOME

Batik originally is made from art images with many dotted, it is native of Indonesian heritage. Now, Batik is famous in the world, proof that Indonesia has a high cultural value, and has been recognized and appreciated by the world community. The rise of the culture habits to wear batik everyday both for office clothes, casual or formal events have an impact on increasing the Indonesian people's economy ....... batik maker/entrepreneur has awaken the entrepreneurship in rural areas and reduce unemployment and urbanization to the capital city (Jakarta).

Remembering my childhood with my family environment who were batik craftsman and batik businessman, raised my spirit to come back in the world that have been left for decades by my family ancestors.

Regards
Multa Henriyono

Selasa, 09 Desember 2008

Sejuta Gaya Batik

Jakarta: Geliat peragaan busana yang digelar di beberapa penjuru Tanah Air semakin bersinar. Beberapa waktu yang lalu, Kota "Gudeg" sekaligus kota dengan "Kampus Birunya "Yogyakarta rupa-rupanya tidak mau ketinggalan moment ini.

Dengan tema "Jogja Fashion Week (JFW) 2008", sebuah peragaan akbar yang digelar selama lima hari ini mengambil tempat di Pagelaran Keraton Yogyakarta. Ajang yang menampilkan karya para perancang setempat dan melibatkan perancang dari kota lain, seperti Solo, Klaten, Pekalongan, Bandung, Semarang dan Bali.

"Batik kini menjadi idola, dipakai dalam berbagai kesempatan. Kian digemari tak hanya oleh kaum tua, orang muda pun mulai melirik dan menyukai batik. Ini sangat menggembirakan sekaligus menjadi tantangan," ujar Afif Syakur, perancang busana asal Pekalongan yang lama berkiprah di Yogyakarta.

Afif menyajikan tema "Culturally Plural" diharapkan dapat menjadi ajang promosi yang semakin dapat meningkatkan potensi industri tekstil dalam negeri. "Saya ingin masyarakat tahu batik pun bisa tampil dalam berbagai pernik, seperti tas, ikat pinggang, topi, bahkan sepatu."

Sementara itu, perancang Ari Sudewo menggelontorkan karya apiknya, terinspirasi dari ikat sarung. "Saya ingin masyarakat menyukai keindahan kain lokal Indonesia tidak hanya batik, tapi sarung juga jadi sumber inspirasi yang memikat," ucapnya. Di tangan Ari, terciptalah aneka busana sederhana dari ikat sarung. Dengan ragam sederhana tapi manis, ia menyajikan celana panjang warna cokelat hijau, blus lengan pendek bermotif garis-garis, blus cokelat hijau, dan sebagainya.

Lain halnya dengan Endi, perancang asal Bali, mengusung keindahan batik pesisiran ang terkenal dengan keberanian menampilkan aneka warna ceria. Ia menyajikan koleksi baju panjang, bagian atas berbentuk tank top, rok lebar berkerut, serta busana mini untuk saat bersantai yang di bagian bawahnya diberi aksen rempel.

"Dengan busana begini, saya ingin remaja atau kaum muda punya kebanggaan mengenakan batik. Mereka (para remaja) sangat cocok, menyukai batik bernuansa santai," tukas Endi.

Kemudian beberapa perancang lainnya, seperti Dewi Sifa, Cicik Mulyaningtyas (keduanya asal Yogyakarta), dan Zikin (Pekalongan) lagi-lagi mengusung batik dipadu tekstil polos. "Menghadirkan gaya padu padan begini sebagai alternatif yang semakin disukai para pecinta batik," papar Dewi bersemangat.

Untuk gaya serius dengan memadukan berbagai motif batik dengan brokat, songket, atau bordir disajikan perancang asal Yogyakarta, seperti Manik Puspita, Iis, Dina Isfandiary, dan Budi Susanto. "Keindahan batik akan lebih memukau bila dipadukan dengan brokat, songket, dan bordir. Selain nilai eksotis, batik bisa lebih tampil mewah menawan," ucap Manik.

Perancang Nita Azhar menyambut baik perhelatan ini. Di mata perancang batik senior asal Yogyakarta itu, JFW merupakan ajang positif yang memberikan ruang serta tempat bagi para perancang muda bisa terus maju, mengembangkan tekstil tradisional, serta semakin mencintai produk sendiri. "Biar bagaimanapun, para perancang harus mampu mendesain karya yang bisa dijual," ujarnya.

Sumber:Tempointeraktif.com